Ki Bajra Sakti Samprangan

Ida Sasuhunan
Tersebutlah Ida Dayu Ngurah yang berasal dari daerah Sanur. Ia bersama para sisyanya telah lama ada di Desa Taro dengan tujuan untuk mencari keberadaan pusakanya yang telah lama hilang, Ki Bajra Sakti Samprangan.

Diceritakan setiap sandyakala, suara bajra selalu menggema di angkasa, menyelimuti Desa Taro. Ida Dayu Ngurah mendengarkan suara bajra ini bersama para sisyanya. Menerawang mencari dari arah manakah sumber suara bajra ini? Ida Dayu Ngurah menerka, suara ini datang dari arah selatan-barat.

Ida Dayu Ngurah beserta Para Sisya
Saking penasaran, Ida Dayu Ngurah mengutus sisyanya yang bernama Ni Luh Siki dan Ni Luh Soli untuk mencari-cari keberadaan pusaka tersebut. Namun dalam pencarian ini, Ni Luh Soli dan Ni Luh Siki disuruh untuk menyamar, menyembunyikan siapa jati diri mereka. Hal ini bertujuan agar dapat pula diketahui siapakah yang telah berani mengambil bajra pusaka ini.




Cokorda Gede Karang
 Di Puri Tapesan, Ida Cokorda Gede Karang memerintah dengan cinta kasih kepada rakyat, bakti akan sang pencipta dan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Beliau begitu bahagia, menyaksikan rakyatnya hidup tenteram berkelimpahan. Apalagi telah kembalinya sang pusaka, Ki Bajra Sakti Samprangan. Pusaka yang dulu hilang karena diambil oleh Brahmana Boda Pejeng Aji, kini telah berhasil diambil kembali oleh Ida Cokorda Gede Karang. Untuk memastikan kebahagiaan rakyatnya, Ida Cokorda sering turun ke bawah, memastikan semuanya sudah berjalan dengan baik. Salah satu yang menjadi kebiasaannya adalah dengan turun langsung ke pasar, menyaksikan perputaran perekonomian sekaligus menyerap secara langsung usul atau saran dari rakyatnya.


Sisya Ida Dayu Ngurah, Ni Luh Soli dan Ni Luh Siki yang dalam penyamaran, menyusup ke dalam pasar, untuk mencari tahu keberadaan dari bajra pusaka ini, secara tidak langsung bertemu dengan abdi dari Puri Tapesan. Dari sinilah diketahui bahwa suara bajra ini berasal dari dalam Puri Tapesan.

Mengetahui akan hal ini, Ida Dayu Ngurah menjadi murka dan mengutus para sisyanya untuk membuat wabah di tanah Puri Tapesan. Tak berselang lama, banyak rakyat Tapesan menjadi korban wabah penyakit yang disebar oleh Ida Dayu Ngurah beserta para sisyanya.

Sisya Ida Dayu Ngurah
Watangan


Berita akan wabah ini, akhirnya sampai ke Ida Cokorda Gede Karang. Tanpa menunggu lebih lama, mengingat semakin banyak rakyatnya yang telah meninggal, Ida Cokorda Gede Karang segera menugaskan Patih Megada untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Patih Megada
Patih Megada segera melakukan penyelidikan tentang permasalahan yang melanda rakyat Puri Tapesan. Hiingga diketahui, wabah gering yang melanda adalah perbuatan dari Ida Dayu Ngurah dan para sisyanya. Sebagai tabeng dada, patih Puri Tapesan, Patih Megada menemui Ida Dayu Ngurah untuk menyelesaikan permasalahan yang telah terjadi.

* tengs to -krama adat banjar pelasa kuta

4 komentar:

Sendratari Ida Dalem Sidakarya

Tersebutlah seorang Brahmana Wulaka keturunan Sakya dari Keling atau disebut dengan Brahmana Keling. Brahmana Keling ini merupakan putra dari Dang Hyang Kayu Manis yang merupakan nabe dari Ida Dalem Waturenggong yang menjadi raja di Tanah Bali yang berkedudukan di Gelgel, Klungkung.

Suatu waktu, sedang asik menikmati panorama Selat Bali, datanglah ayah beliau, Dang Hyang Kayu Manis, yang baru saja datang dari Gelgel Bali, dimana Kerajaan/Keraton Gelgel, Klungkung diperintah oleh Ida Dalem Waturenggong. Dang Hyang Kayu Manis memberitau Brahmana Keling, apabila berkeinginan ke Tanah Bali, jangan lupa untuk berkunjung ke Kerajaan Gelgel karena ia memiliki seorang saudara yang menjadi raja di Kerajaan Gelgel, yang bernama Ida Dalem Waturenggong. Mendengar hal itu, rasa bahagia menyelimuti perasaan Brahmana Keling, selain telah mendapat restu dari orang tua, juga akan bertemu dengan saudaranya. Brahmana Keling segera melanjutkan perjalanan menuju ke Bali.

Ida Dalem Sidakarya


Tak diceritakan perjalanan dari Jawa ke Bali, hingga sampailah beliau di Kerajaan Gelgel, Klungkung. Namun Kerajaan/Keraton Gelgel sangat sepi. Setelah bertanya, pahamlah Brahmana Keling bahwa Ida Dalem Waturenggong yang ditemani Dang Hyang Nirartha akan melaksanakan upacara Eka Dasa Ludra di Pura Besakih . Segera Brahmana Keling melanjutkan perjalanan menuju Pura Besakih untuk bertemu dengan saudaranya, Ida Dalem Waturenggong.


Ida Dalem Waturenggong berunding dg Dang Hyang Nirartha


Perjalanan yang jauh tentu saja membuat Brahmana Keling begitu kelelahan, sehingga beliau beristirahat sejenak di salah satu Parahiyangan yang ada di Pura Besakih. Jika dilihat dari penampilan Brahman Keling yang layaknya seroang peminta-minta, lusuh penuh dengan kotoran. Melihat hal ini, tentu saja Ida Dalem Waturenggong menjadi marah. Upacara suci Eka Dasa Ludra yang akan berlangsung akan menjadi tidak sempurna akibat ulah seorang peminta-minta dengan pakaian lusuh seperti ini. 

Penjelasan apapun yang diberikan oleh Brahmana Keling tentang keberadaan/siapa sejatinya dirinya, tetap saja tidak diterima oleh Ida Dalem Waturenggong. Ternyata, setelah bertemu dengan Ida Dalem Waturenggong, bukan penyambutan atau pelukan hangat dari saudra yang diterima, namun sebuah penolakan yang berujung pada pengusiran dirinya. 

Kepedihan yang sangat dirasakan oleh Brahmana Keling, niatnya yang tulus ternyata tidak tertambat. Sebelum meninggalkan pura besakih, Brahmana Keling sempat mengutuk agar upacara yang diselenggarakan oleh Ida Dalem Waturenggong tidak berhasil dan tertimpa bencana.

Brahmana Keling Setelah Diusir


Akibat kutukan Brahmana Keling, pelaksanaan upacara Eka Dasa Ludra menjadi terganggu. Berkenaan dengan hal ini, Dang Hyang Nirartha memberitahu Ida Dalem Waturenggong tentang adanya kejadian ini. Beliau berusaha untuk menetralisir keadaan dengan cara menghaturkan upakara memohon keselamatan, tapi permohonan ini tidak berhasil. 


Upacara Yadnya diganggu oleh Para Butha


Dengan kegagalan ini , Dang Hyang Nirartha kembali mengadakan pertemuan dan kemudian teringat dengan perlakuan yang diterima oleh seorang brahmana yang mengaku saudara Ida Dalem Waturenggong, beberapa waktu kemarin. Dang Hyang Nirartha mengingatkan Ida Dalem Waturenggong untuk mencari Brahmana Keling tersebut. Segeralah Ida Dalem Waturenggong mengutus patihnya untuk mencari keberadaan Brahmana Keling tersebut. 

Sang Brahmana Keling akhirnya dapat dijumpai di Bandana Negara, sebuah desa yang pada era sekarang disebut Desa Sidakarya, dimana Pura Mutering Jagat Sidakarya berada. 

Setibanya Brahmana Keling di Pura Besakih, Ida Dalem Waturenggong meminta maaf dan memohon belas kasihan agar karya Eka Dasa Ludra yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan baik serta mendoakan agar pulau bali tidak lagi terjadi hama dan wabahpenyakit, hama dan bencana. Begitu pula dengan berbagai karya atau upacara agama yang berlangsung di Bali dapat berlangsung dengan baik pula. Permohonan Ida Dalem Waturenggong ini disertai dengan janji secara sungguh-sungguh menerima Brahmana Keling sebagai saudara.

Brahmana Keling begitu bahagia melihat ketulusan hati saudaranya, Ida Dalem Waturenggong. Beliau tidak bersedih atau marah akan perlakuan yang ia dapatkan, namun hanya memberikan pelajaran kepada Ida Dalem Waturenggong bahwa sebagai sang nata raja, Ida Dalem Waturenggong harus seperti Sang Hyang Surya, tidak pillih kasih dalam memberikan sinar. Sang raja harus berbelas kasih kepada semua rakyatnya, tidak boleh melihat rakyat dari pakaian apa yg dimiliki atau seberapa besar kekayaannya, namun rasa pandang dan rasa keadilan yang sama bagi setiap rakyat. Brahmana Keling lantas minta kesaksian yang membenarkan segala yang diucapkan misalnya ayam hitam dikatakan putih maka ayam hitam akan benar-benar menjadi ayam putih, pohon kelapa yang tadinya tidak berbuah dikatakan berbuah maka benar-benar berbuah. Hama dan wabah pun seketika lenyap sehingga upacara atau karya yang dilaksanakan itu dapat dilanjutkan dan berjalan dengan sidakarya atau sukses.

Brahmana Keling bersama Sang Ayahnda


Setelah semua keadaan dapat dikembalikan sesuai dengan yang diharapkan, Ida Dalem Waturenggong mengakui Brahmana Keling sebagai saudaranya dan diberi gelar Brahmana Sidakarya atau Ida Dalem Sidakarya pada tahun 1615 Caka. Sejak saat itu Ida Dalem Waturenggong memerintahkan seluruh rakyat Bali, untuk suksesnya karya atau upacara yang akan dilaksanakan, agar memohon keselamatan karya di Pura Dalem Sidakarya tempat Brahmana Sidakarya. Disamping itu, pada setiap upacara keagamaan agar diadakan pertunjukan Topeng Sidakarya –menghaturkan Wali Sidakarya- sebagai pelengkap upcara penting umat Hindu.

*Sendratari ”Dalem Sidakarya”  -Sekaa Taruna-Taruni Bhuana Kusuma, Banjar Peken, Bualu, Nusa Dua

0 komentar: