Bebondresan, Pertunjukan Bebanyolan Tradisional Bali

Bondres merupakan salah satu kesenian tradisional Bali. Pada mulanya, bondres merupakan selingan dalam kesenian topeng di Bali. Namun, belakangan bondres muncul sebagai pertunjukan tersendiri, terpisah dari kesenian topeng. Dari sinilah kemudian muncul seni lawak khas Bali atau yang lebih dikenal dengan bebondresan.

Diperkirakan pada tahun 1080-an, Bondres mengalami perkembangan menjadi pertunjukan tersendiri yang lebih mengutamakan lawakan atau banyolan khas bondres dari pada alur cerita itu sendiri. Pada era tersebut, bondres kebanyakan dipakai sebagai media penyuluhan yg lebih bersifat edukatif dan lain-lain. Hal ini diyakini karena dengan penyampaian melalui media lawak atau banyolan ini, pesan-pesan yang ingin disampaikan akan lebih dapat diterima oleh masyarakat.

Dalam bebondresan, penonton akan disuguhi sebuah alur cerita tetapi alur ini hanya sebagai pegangan saja karena yang lebih ditonjolkan adalah lawakan atau banyolan para seniman bebondresan yang terselip pesan-pesan yang ingin disampaikan. Ditambah penggunaan bahasa yang lebih familiar (memasyarakat) sehingga masyarakat lebih mudah untuk memahami sehingga inilah yang membuat bebondresan lebih mendapatkan tempat di hati masyarakat dan pesannya pun tersampaikan.

Hal inilah yang membuat Bali TV sebagai media pencerah masyarakat Bali mengadakan pertunjukan tradisional Bali dengan sentuhan era kekinian, Lawak Bondres Inovatif bersama para seniman bondres Clekontong Mas Balinese Art Production Batubulan.

Lawak Bondres Inovatif yang mengambil lokasi di Panggung Terbuka Arda Candra, Taman Budaya Bali ini dimeriahkan oleh para seniman bondres yang digemari masyarakat diantaranya : Sengap, Tompel, Sokir, Luh Kembung, Cablek, Juan, Saplir. Bebondresan yang mengambil tema “SUGIH NAGIH” ini juga menampilkan seniman drama gong di era tahun 1990-an, Petruk yang berduet dengan Gus Topok.

Pertunjukan yang berlangsung dari jam 8 malam pada tanggal 31 agustus 2013 sudah dipadati oleh para penonton. Hampir di semua sisi panggung arda candra tidak nampak tempat yang lowong, bahkan penonton sampai meluber ke sisi depan panggung, duduk melantai dengan tertib.

Silih berganti para seniman bondres mengocok perut para penonton dengan lawakan-lawakan khas mareka masing-masing. Sampai di akhir pementasan, para penonton memasuki panggung untuk dapat berebut berfoto bersama para seniman idola mereka. Kerinduan masyarakat akan pertunjukan tradisional Bali begitu nampak di saat beratus-ratus flash menyala dari kamera maupun handphone.

Menjual Bungan Jepun

Lawak Bondres Inovatif mengambil tema ‘’Sugih Nagih’’, mengisahkan kehidupan masyarakat di Desa Larangan yang semakin sulit. Kesenjangan yang terjadi membuat setiap orang harus bekerja lebih keras untuk menjalani hidup masing-masing. Sifat Materialisme yang berkembang menjadikan uang sebagai raja dan melupakan bahwa kita hidup dalam masyarakat sesungguhnya adalah bersaudara. Setiap orang di Desa Larangan bersedia melakukan apapun demi uang, semua yang menghasilkan uang akan menjadi rebutan untuk dijual bahkan bunga kamboja (bunga jepun) dijual demi kepentingan segelintir orang. Penjualan yang membabi buta tidak hanya menjual bunga jepun tapi sampai-sampai pohon kamboja bahkan tanah tempat pohon kamboja itu pun pada akhirnya siap untuk dijual.

Bunga jepun disimbolikkan sebagai kesucian. Layaknya Pulau Bali, terjualnya kesucian akan memberikan dampak buruk apalagi belakangan ini tidak hanya kesucian yang telah dilanggar dan terjual bahkan lahan-lahan yang seharusnya dipertahankan telah beralih fungsi dan kepemilikan demi perjuangan hidup. lantas, apakah kisah masyarakat Desa Larangan ini juga akan kita alami dalam keseharian kita..?? siap melakukan apapun demi uang, demi kaya secara mendadak..?


naskah asli oleh Dedi Tompel 
foto oleh Bali TV, diedit oleh Lugra
materi sudah pernah terbit di Majalah BaliPost

1 komentar: