Ki Balian Batur

RatuAnom Manik Geni & RatuAyu Mas Mecaling
Ki Balian Batur tinggal di sebuah desa bernama Karang Kedangkan. Ia dikenal sakti karena mendapat anugrah dari Sanghyang Durga Birawi. Jangan manusia biasa, wong samar, dedemit, memedi tidak ada yang berani mendekat apalagi untuk berselisik bertemu dengan beliau. Inilah salah satu yang membuat Ki Balian Batur begitu terkenal. Berkat anugrah ini, Ki Balian Batur diberi kewenangan untuk menghukum orang-orang yang berlaku salah, berjalan dalam tindakan adharma/tidak benar. Setiap manusia yang tidak ingat untuk beryadnya, lupa akan kawitan, tidak hormat kepada orang tua, maka patutlah untuk memberikan hukuman kepada manusia itu. Demikian ki balian batur bercerita kepada ketiga anaknya, Ni Luh Gerong, Ni Luh Wali dan Ni Luh Kasub

Ni Luh Wali, dibantu oleh saudara-saudaranya, berjualan nasi di Desa Cau yang terletak di sebelah timur Desa Karang Kedangkan. Sebelum berangkat berjualan, ke-tiga putri Ki Balian Batur memohon restu sang ayah, agar selamat tidak terjadi sesuatu dalam pekerjaannya.

Ni Luh Wali adalah seorang yang giat bekerja, memberikan pelayanan yang baik kepada para pelanggan. Sehingga dagangannya laris dan banyak masyarakat yg menjadi langganan nasi di warung miliknya.
Ki Balian Batur
Sisya Ki Balian Batur Ngereh
Makanan Berdaging Manusia

Cokorda Sakti Blambangan dari Puri Mengwi, memerintah dengan adil penuh wibawa. Masyarakat memberikan bakti tak henti-henti. Kesejahteraan rakyat selalu dijaga, tidak ada ketimpangan dan duka melanda masyarakat. Peraturan dilaksanakan dengan baik, yang bersalah diberikan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya. Kehidupan bagai sinar matahari pagi, rasa hangat terasa di setiap hati.

Namun Cokorda mendapat laporan bahwa di pasar Cau ada sedikit kekacauan. konon ada seorang pedagang makanan yang menggunakan daging manusia sebagai lauknya. Sebagai seorang pemimpin, tidak boleh mempercayai begitu saja berita yang belum tentu benarnya. Semua informasi yang didapat harus dipilah-pilah, kemudian diuraikan sedemikian hingga hingga ditemukanlah simpul-simpul yang menjadi akar permasalahannya. Untuk itu, Cokorda Cbersama abdi segera menuju Pasar Cau, mencari kebenaran yang terjadi.

Cerita bersiar, sang abdi menemukan sisa jeriji pada makanan. Entah siapa yang telah berbuat tidak benar ini dengan memasukkan jeriji manusia ke dalam makanan atau memang makanan itu disajikan seperti itu. Mengetahui hal ini, Cokorda Sakti Blambangan menajadi marah. Sebagai tabeng dada kerajaan mengwi, ia harus menghukum siapapun yang telah malukan perbuatan yang tidak dibenarkan ini. Ni Luh Wali tertangkap secara nyata telah memakai daging manusia dalam masakannya. Namun Luh Wali menolak dengan tegas apa yang diperlihatkan oleh sang abdi, karena merasa bahwa tidak pernah memakai daging manusia dalam masakan yang ia jual. Cokorda tidak menghiraukan, bukti-bukti telah ada dan Ni Luh Wali harus dihukum dengan tegas. Ni Luh Wali tetap kukuh untuk menolah semua tuduhan yang dilontarkan untuknya. Ia yang selalu berusaha menyajikan makanan tanpa cela, telah merasa difitnah. Ni Luh Wali, putri Ki Balian Batur, tidak terima atas perlakuan yang ia dapatkan. Ia tetap mempertahankan pendapatnya dan justru mempertanyakan peran Cokorda Sakti Blambangan sebagai pimpinan, seharusnya mampu mengayomi rakyatnya, bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan yang tidak pernah ada.

Cokorda Sakti sadar bahwa Ni Luh Wali adalah putri Ki Balian Batur, penguasa ilmu pengeleakan. Tentu apa yang dilakukan akan selalu berkaitan dengan ilmu pengelakan. Ayah yang memiliki ilmu hitam tentu ini akan diwarisi kepada anaknya. Mungkin inilah kebenaran atas berita yang simpang siur selama ini. Akhirnya, mereka sama-sama kukuh akan pendapat masing-masing dan merasa telah melakukan swadarma-nya, sepakatlah mereka untuk saling adu kesaktian untuk membuktikan siapakah yang benar.

Ni Luh Wali merubah diri menjadi Garuda namun dengan mudah dapat dilumpuhkan dengan mudah oleh Cokorda Sakti Blambangan. Ni Luh Wali tidak terima akan kekalahan, ia berlari melaporkan kejadian ini kepada ayahnya.

Ki Balian Batur yang merasa terhina dan difitnah, segera mengumpulkan para sisya untuk menyerang Kerajaan Mengwi dan membuat wabah di Desa Cau.
Tak berselang lama, banyak warga masyarakat yang menjadi korban keganasan penyakit yang disebar oleh Ki Balian Batur serta para sisya-nya. Setiap hari selalu ada warga yang meninggal. Sudah banyak para ahli pengobatan yang dikerahkan untuk menanggulangi bencara pennyakit aneh ini namun semuanya tidak mampu mengetahui apa yang menjadi sebab dan bagaimana menyembuhkannya penyakit aneh ini.

Cokorda Sakti Blambangan mengetahui bahwa penyakit aneh ini adalah akibat dari kemarahan Ki Balian Batur. Beliau ingat akan kejadian di Pasar Cau, dimana ia telah mempermalukan Ni Luh Wali, putri Ki Balian Batur yang telah menjual makanan dengan menggunakan daging manusia. Hal ini menjadi berkembang dan kekejaman Ki Balian Batur harus segera dihentikan. Tugas berat ini dibebankan kepada Ki Bendesa Gumiyar. Maka diutuslah Ki Bendesa untuk mengalahkan Ki Balian Batur dan menyelamatkan masyarakat dari wabah penyakit.

tengs to -Keluarga Besar Desa Adat Kemoning, Klungkung

2 komentar:

Sekilas Dari Spirit of Raka Rasmi

11:41 AM , 2 Comments

“Menari merupakan bagian hidup saya. Bila tak menari, tubuh terasa kelu. Karena itu, saya senang mewariskan tarian Legong dan Oleg kepada generasi penerus sebagai yadnya” Ni Gusti Ayu Raka Rasmi

Seperangkat gamelan sudah tertata dengan baik. Gapura Puri Peliatan Ubud akan menjadi latar belakang Pementasan Tari Oleg pada acara “Spirit of Raka Rasmi”. Agung Wirati masih sibuk mengkoordinasikan beberapa hal agar pementasan dapat berlangsung sesuai rencana dan para penari juga dapat tampil secara maksimal. Saking sibuknya beliau, saya sempat menitipkan pesan, bahwa saya butuh waktu beliau 5 menit untuk berbicara, hahahaa…

Sejatinya ini adalah acara ulang tahun Ni Gusti Ayu Raka Rasmi, sang maestro tari Bali. Raka Rasmi adalah anak pertama dari lima bersaudara ini lahir di kota pusat seni, Ubud Bali. Raka Rasmi mulai belajar Tari Legong sejak umur 9 tahun dibimbing oleh Gusti Made Segog dan Anak Agung Gede Mandar. Dari kedua orang inilah Raka Rasmi banyak mendapat tempaan menjadi seorang penari.

Penglingsir Puri Agung Peliatan, Cok. Gde Putra Nindia, salam sambutannya menyampaikan bahwa beliau merasa bangga memiliki seorang Ayu Raka, seorang ibu dengan beragam penghargaan baik nasional maupun internasional. “Tentu ini merupakan hal yang luar biasa, diusia yang sudah senja namun semangat seorang Raka Rasmi begitu membara”, lanjut Cok. Gde Putra Nindia.

Disamping Ibu Agung Satria Naradha Dan Ibu Bintang Puspayoga, hadir juga sang maestro Jro Puspa, yang terlihat begitu antusias menyaksikan semua penampilan tari oleg. Walau usia beliau juga sudah senja namun setiap kegiatan seniman tua yang digagas oleh Yayasan Intan Budaya Negeri pimpinan Ibu Agung Wirati, beliau selalu menyempatkan untuk hadir. Ini adalah kali ke-tiga saya ketemu dengan beliau. Sesekali nampak anggukan kecil beliau seperti ikut larut dalam gerakan para penari. Entah kenapa saya senang sekali memperhatikan beliau, hahaa… mungkin gara-gara setahun yang lalu di tempat yang sama namun dalam acara berbeda, selesai menari Tari Candra Metu, beliau duduk bareng bersama para penonton dan kebetulan beliau duduk di samping saya. saya sempat mengatakan bahwa duduk di sini akan kena damuh (embun) akan membuat pusing. Jadi lebih Ibu Jero duduk di Balai Daja/Utara yg ada atapnya. Namun seingat saya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan bahwa sebenarnya beliau memang sedang tidak enak badan dan putra beliau, AA Puspayoga yang juga wakil Gubernur Bali, sudah tidak meng-ijinan untuk pergi dan menari malam-malam. Tapi Ni Made Rupawati atau Jero Puspa tetap ngotot dan merasa mendapat energi yang besar untuk datang dan ikut menari.

Acara ulang tahun yang mengambil tema “Spirit of raka rasmi” merupakan sebuah upaya agar semangat yang dimiliki oleh seorang raka rasmi mampu diteladani oleh para generasi muda. Kesenian dan budaya bali yang begitu terkenal hingga ke berbagai belahan dunia agar nantinya tidak hanya menjadi cerita anak-anak saja, tapi akan terus berlanjut dan bahkan mampu melebihi gaung para pendahulunya. Kesenian luar yang banyak menggerus para generasi muda saat ini bukan merupakan sesuatu yang salah namun harus tetap kita gunakan filter untuk memilah hal-hal mana yang patut kita ambil dan buang. Pakem-pakem yang telah diwariskan para pendahulu khususnya para seniman tua harus tetap kita pertahankan dan gunakan sebagai acuan dalam mengembangkan berbagai kesenian yang tercipta.

Pada malam itu, secara berturut-turun ditampilkan Tari Pendet Style Peliatan, Tari Oleg Tamulilingan oleh penari cilik, menengah, remaja dan senior.

Penari Terbaik

Tari Oleg Tamulilingan, pada awalnya dinamakan Tamulilingan Mangisep Sari. sebuah karya seniman besar I Ketut Maria tahun 1952 atas permintaan John Coast (dari Amerika). Tarian ini melukiskan dua ekor kumbang jantan dan betina yang sedang memadu kasih di taman bunga dan Ni Gusti Ayu Raka Rasmi-lah yang tercatat sebagai penari pertama tarian ini. Penari kelahiran Banjar Teruna, Peliatan Ubud tahun 1939 ini telah banyak mendapat bimbingan oleh kedua guru tarinya, kemudian kembali mengikuti keinginannya untuk belajar tari Oleg Tamulilingan dari Sang Maestro I Ketut Maria.

Bukan hanya tari oleg tamulilingan saja yang mampu ditarikan dengan sangat baik tapi disetiap penampilannya baik dalam menari Condong, Legong, Garuda dll, Ayu Raka atau Raka Rasmi tetap mampu memikat siapa saja yang menyaksikan gerak Ayu Raka menari. Karena inilah seorang Impresario asal Inggris, John Coast terkagum-kagum dan kemudian menobatkan Ayu Raka sebagai seorang bintang dalam menari. Bahkan Raka rasmi menjadi cover buku "Dancing Out of Bali" karya John Coast.

Kini, diusia senja, seorang Raka Rasmi masih tetap penuh dengan energi. Semangat beliau sepertinya tidak pernah habis. Disela-sela kesibukan, beliau masih menyempatkan diri untuk saling berbagi, bernyadnya untuk menebar semangat bagi para generasi muda. Bali yang begitu terkenal diluar negeri, bali yang selalu menjadi tujuan pariwisata Indonesia bahkan dunia dan bali adalah karya Tuhan yang terindah… dengan begitu luhung seni dan budayanya jika tidak kita yang mencintai, siapa yang akan mampu melestarikan kebudayaan ini.




yannusa
tengs edit foto untuk Kanaya Radha

2 komentar: