Kelenting Saat Kecil

11:43 AM 1 Comments

Bli Tu Mangku  (Jro Mangku Putu Arsana)
Saat saya masih kecil, ada beberapa orang pemuda banjar yang sering menginap di rumah. Rumah seperti milik bersama, siapa saja boleh menginap dan silakan makan di dapur kalau masih ada makanan/nasi. haha.. merekalah yang sering mengajak saya jalan-jalan di Pasar Senggol, bilangan Pasar Badung. Sekedar duduk-duduk di jembatan Pasar Badung. Saat belum ada mall seperti sekarang, ini lah kebiasaan para anak muda zaman dulu hahaa.. Setelah besar, para pemuda ini masih sering berkunjung ke rumah. namun ada beberapa orang yang sudah gak tau dimana sekarang.


Ada beberapa orang yg masih kental dalam ingatan,

Bli Man Kembung, yang sekarang sudah sukses menjadi aparatur desa di Kantor Desa Pemecutan Kaja. Bli Man Kembung beberapa kali membantu untuk pengurusan surat-surat di lingkungan kantor desa.

Bli Mang Adung, yang katanya sukses bekerja di Grankory, kontraktornya Pak Agus Suradnyana, sang Bupati Buleleng. kemarin saat Pak De ngaben, Bli Man Adung sempat pulang ke rumah, senang sekali melihatnya sehat walau sakit diabetes masih merajalela di tubuhnya.

Bli Kadek Kaca, yg sampai sekarang saya tidak tau nama aslinya. dari Bli Kadek Kaca inilah saya mengenal makanan khas Italia, pizza, hahaha... sekarang sudah sukses di Bangli, walau harus PP Bangli-Jimbaran.

Bli Tu Mangku, demikian saya menyebutnya, sejak sekian lama tidak pernah ketemu. Tanpa sengaja, saya mendapat tugas untuk mendokumentasikan calonarang di daerah Padang Sambian. saat itu Bli Tu Mangku bilang pada saya, "siage de, uling kelod kangin ne" (siaga de, arahnya ini dari selatan timur). Entah apa maksudnya, tapi saat pementasan, petir menggelegar di tengah kalangan/stage. Lampu saya jatuh dan terbakar. pendokumentasian tidak dilanjutkan.
Foto diatas saya ambil saat saya ketemu lagi sama Bli Tu Mangku di Pementasan Penyalonarangan "Baruna Murti" di Pura Maospahit, Br. Tatasan, Tonja.

Terakhir yg saya ingat, Bli Mang Kronyot ini lah salah satu orang yang sudah gak pernah saya ketahui keberadaannya.

Seandainya saja masih ada kesempatan bertemu bersama-sama, pasti akan menyenangkan...

1 komentar:

Ki Baju Rante –dalam khayalan

3:00 PM , 1 Comments



Pesta Kesenian Bali (PKB) yang ke XXXIV rencananya akan berlangsung tanggal 9 juli 2012 ini. Saat itu, jam 10 pagi di ruang rapat Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, membahas secara umum gimana teknis pelaksanaan Pesta Kesenian Bali. Kadisbud Prov Bali, Pak Ketut Suastika mengatakan bahwa pembukaan sekaligus pawai akan dilaksanakan di Lapangan Renon, depan Monumen Bajra Sandi dan sebagai orang nomor 1 di Indonesia, Presiden SBY yang akan menjadi tukang pukul gong pembukaan. Entah kenapa saya jadi ingat pementasan Drama Gong Kundi Manik, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Hampir satu tahun yang lalu drama gong yang berjudul Ki Baju Rante ini, telah telah dipentaskan di Wantilan areal Taman Budaya Denpasar.

Berkisah tentang Raja Kusuma Bhuana akan menjodohkan salah satu anaknya yang bernama Diah Ratna Sari dengan Jambe Lalana dari Kerajaan Komala Giri. Namun permaisuri menolak karena beliau menginginkan agar Diah Sekar Taji yang dijodohkan.

Suatu ketika Diah Ratna Sari mencari tirtha panglukatan di Pantai Jasri. Diah Ratna sari bertemu dengan I Made Guna Sambawa, yang sedang memancing. Muncullah niat putri untuk ikut memancing. Setelah beberapa saat memancing, tiba-tiba mereka terseret ombak.

I Made Guna Sambawa menolong dan menghantarkan Diah Ratna Sari sampai di Kerajaan Kusuma Bhuana. Patih Agung yang melihat Diah Ratna Sari dipapah oleh I Made Guna Sambawa seketika marah dan menjebloskan I Made Guna Sambawa ke penjara sedangkan Diah Ratna Sari dipersiapkan untuk segera menikah dengan Jambe Lalana.

Detya Candra Bawa datang menemui I Made Guna Sambawa di penjara. Sang Detya menceritakan bahwa dirinya adalah Raja Madya Pura dan I Made Guna Sambawa adalah anaknya sendiri. Raja Madya Pura kalah perang melawan Raja Kumala Giri, ayah Jambe Lalana. Akibatnya Sang Raja dikutuk menjadi Detya dan keluarganya nyinep wangsa agar selamat dari gempuran Raja Komala Giri. Kutukan itu akan berkhir apabila I Made Guna Sambawa beristri dan memiliki keturunan.



Detya Candra Bawa menyerahkan sebilah keris pusaka yang bernama Ki Baju Rante. Keris puasaka inilah yang akan melindungi I Made Guna Sambawa untuk merebut kembali kerajaan ayahnya dan menjadi raja di Madya Pura.

Suara Pak Ketut Suastika mempersilahkan untuk menikmati snack yang disediakan membangunkan saya dari lamunan, hehe.. mendengarkan rapat, sambil menghayal, tiba-tiba tersadar, disodorkan makanan. Mantapss...


*usai itu, ramah tamah dan kembali ke tempat kerja masing-masing.. haha...
*sore ruangan kaje kangin, maret 2012


1 komentar:

Tertahan Genangan di Pelupuk Mata…

12:14 PM 0 Comments

sms dari Jro Tapakan Yasa
2 april 2012, 

Saya duduk di pelataran Sal Belibis Rumah Sakit Wangaya, Denpasar. Menjenguk ibu teman baik saya, yang sedang tertidur lemas, bersama sakitnya. Saya tidak pernah menjenguk ibu teman saya semenjak beliau sakit. Orang baik, Maafkan saya... 

Sedang duduk bersama di emperan, kenapa anggota keluarga teman saya teburu masuk ke dalam ruangan.. seperti ada sesuatu yang tidak enak. Kondisi ibu teman saya, kritis.., apa yang bisa saya perbuat dalam situasi seperti ini? Dalam hati saya membathin. 

Sempat berpikir Gayatri Mantram, Oh, Doa Tertinggi, Oh Ibu Dari Segala Mantra, Lagu Terindah yg pernah saya ketahui. 

Jam18.41 wita, sms masuk ke HP saya, Jro Tapakan Yasa mengirimkan pesan singkat : 

suastiastu punapi gatrene, jgi ngdiang niki? Ampun ngajeng

 Saya abaikan sms itu, saya kembali berpikir, ber-Gayatri Mantram...? 

HP saya berdering, call dari Jro Tapakan Yasa, Jehem… 

Kenapa ada telepon saat kondisi begini? Please, biarkan saya hening sejenak, menyampaikan permohonan. Agar situasi bisa kembali sedia kala. Mengganggu sekali getaran HP di saat begini. Saya angkat telepon. Berusaha untuk ramah saya menyampaikan salam untuk beliau.

Jro Tapakan Yasa bilang, entah kenapa beliau seperti merasa harus nelp saya.. 

wenten kabar napi ragane..?… len kleteg tiang makane tiang sms rgne, kden rgne knape2..

..Tiang ring rumah sakit, menjenguk ibu teman tiang sane terbaring lemas, mungkin beliau kritis….” Jawab saya..

Terburu-buru beliau minta nama ibu teman saya… dan mematikan telepon… 

Baru saja saya kirimkan nama ibu teman saya…, Bli Putu (kakak sahabat saya) keluar kamar, tubuh lunglai, melepaskan begitu saja tubuhnya di bawah jendela kamar.. sesak wajahmu, tergenang air mata… 

Jam 18.52 wita… 

ibu teman saya sudah berbahagia bersatu dengan Brahman….” Sms saya kepada Jro Tapakan Yasa ….

semoga ibu teman saya, Manunggal dengan Brahman......


*tertulis bukan untuk mengingat kesedihan, tapi cerita untuk masa tua, bahwa saya punya sahabat….

*Saya mengenal Jro Tapakan Yasa saat pementasan Calonarang di Jaba Pura Dalem Desa Pakraman Kaulan Dewa, Jehem Kelod, Tembuku, Bangli….


0 komentar:

Berkenalan Dengan Jro tapakan

2:04 PM 3 Comments

Berawal saat mendokumentasikan pementasan calonarang di Jaba Pura Dalem Desa Pakraman Kaulan Dewa, Jehem Kelod, Tembuku, Bangli. Saya mengenal Jro Tapakan Yasa, Tapakan Pura Prajapati, Jehem Klod. Ada beberapa keanehan ( menurut saya keanehan), karena perkenalan dari HP begitu singkat lalu lanjut ke pertemuan dengan beliau di gedung kantor saya. Saya ajak untuk masuk ke dalam gedung tapi beliau hanya bilang, bahwa sedang menunggu saya di parkiran. Oh, kenapa..? terasa tidak nyaman saja, bertemu dengan “sang penjaga” di parkiran bawah.

Saat waktu yang telah disepakati, saya ke Jehem untuk memastikan dimana dan bagaimana kondisi di lokasi pementasan. Dipersilakan untuk beristirahat di Pura Pranjapati Jehem Kelod, saat itulah kami ngobrol ngalur ngidul. Tapi saya masih penasaran, kenapa beliau tidak mau masuk ke dalam gedung..? Dari pembicaraan, sempat saya prediksi bahwa begitu banyak sesuatu yang tak terlihat di sana dan tidak nyaman kalau ada seseorang datang tiba2, walau kedatangannya tidak bermaksud mengganggu mereka yg telah ditempatkan di dalam gedung. Hahahaa…. Mungkin lho yaaa…

Oh yaa.., sepulang dari Jehem, saya mendapat pulsa nyasar.. terimakasih kepada siapapun dirimu yg telah mengirimkan pulsa ke HP saya…. Heee…

Dan sekarang, setelah selesai pementasan...
Saya masih sering sms-an sekedar bertanya bagaimana kabar dan koordinasi hasil editing dan penayangan. Dan terakhir ini tentang seorang kerabat beliau yang mengalami gangguan jiwa sejak 20 tahun yg lalu. Semoga bisa dibantu dalam program Wirasa di Bali Tv…

Saya postingkan perkenalan saya dengan Jro Tapakan Yasa, karena ada sesuatu yang tak akan terlupakan dengan beliau di tanggal 2 april 2012 jam 18.56 wita…

3 komentar:

Tari Sanghyang Jaran



Selesai menyaksikan pementasan Sekaa Kecak Wanita “Srikandhi” oleh dari ibu-ibu PKK Srikandhi Desa Ubud Tengah di jaba Pura Batu Karu, Ubud. Ternyata masih ada pementasan yang lain yaitu pementasan Tari Sanghyang Jaran. Wow, setelah kecak wanita yang klasik, sekarang Tari Sanghyang Jaran yang penuh magis. Mantapss..

Sekilas bahwa Tari Sanghyang jaran adalah tarian magis karena ditarikan dalam keadaan tidak sadar atau trance. Ada beberapa Tari Sanghyang di Bali. Salah satunya adalah tari Sanghyang Jaran. Secara etimologi, Sanghyang Jaran terdiri dari 2 kata, Sanghyang dan Jaran. Sanghyang adalah dewa. Dalam hal ini adalah kekuatan atau energi yang begitu besar sedangkan Jaran berarti Kuda. Sanghyang Jaran adalah Sang Pengendara Kuda yang berfungsi melindungi dari kekuatan penyakit dan kekuatan jahat. Ia menjadi tidak sadarkan diri saat mendengar alunan tembang / suara. Ia berjalan diatas bara panas mengikuti tembang / suara. Terinspirasi dari tarian yang berfungsi untuk melindungi masyarakat dari penyakit dan kekuatan jahat.

Penari –Jro Mangku Sudiana
Tari Sanghyang Jaran, ubud saya up load di SINI

0 komentar:

Cerita Ki Balian Batur -coffee break

9:59 AM , 3 Comments

Setelah saya meng-upload tulisan tentang Ki Balian Batur, seorang teman, saya memanggilnya Bli Balok, menanyakan tentang keberadaan Ki Narantaka Ki Selisik.

Saya yang tau-nya hanya sebatas apa saya tonton dalam pementasan saja, mencari2 dibeberapa sumber dan tentunya bli wayan google. Ada beberapa versi dan ini menurut pemikiran saya.

Cerita Ki Narantaka Selisik adalah kisah sebuah senjata yg mampu mengalahkan Ki Balian Batur. Ki Selisik Narantaka, Ki Narantaka adalah sebuah bedil dan Ki Selisik adalah peluru.

Cerita itu saat ketidakmampuan I Gusti Agung Putu melalui penglimanya Ki Bendesa Gumbyar untuk mengalahkan Ki Balian Batur. akhirnya terdengar sabda dari langit dan versi lain mengatakan bahwa Ki Balian Batur sendiri yg mengatakan bahwa dirinya hanya dapat dikalahkan oleh senjata sakti milik Kerajaan Klungkung yaitu Ki Selisik Narantaka.

Konon Ki Balian Batur tahu bahwa untuk dapat mengharmoniskan hubungan antara Kerajaan Mengwi dg Kerajaan Klungkung dirinya harus gugur...

Kebetulan teman saya ini berasal dari Desa Jungutbatu Nusa Lembongan, Bali. Jadi mungkin akan lebih mengena kalau dituliskan kaitannya dengan Desa Jungutbatu... hehee..

Salah satu murid kesayangan Ki Balian Batur, I Gede Mecaling,anak ke empat dari Dukuh Jumpung yang tinggal di Tegallinggah Banjaran Jungut, di Desa Baturan yg mempunyai kesaktian luar biasa.

Dewa Agung Anom, Putra Agung Jambe dari Kerajaan Klungkung ( yg mengalahkan Ki Balian Batur dengan senjata Ki Selisik Narantaka) mengutus Dewa Babi dan Kyai Batu Lepang untuk mengalahkan I Gede Mecaling.

Singkat cerita Dewa Babi Dan I Gede Mecaling sepakat mengadu kesaktian, dengan menggunakan sarana babi guling. Ada dua pilihan tali, yaitu tali benang dan tali kupas (tali dari pohon pisang). Dewa Babi memilih tali benang dan I Gede Mecaling memilih tali kupas. Kaki belakang dan depan babi guling diikat lalu dipanggang sampai matang. dan konon, ternyata tali kupas putus sebelum babi guling matang

Dengan kekalahan itu maka I Gede Mecaling menuju ke suatu tempat untuk meninjau daerah yang akan dituju. Tempat untuk melihat atau meninjau daerah yang akan dituju disebut Peninjoan sekarang. Nah, dari tempat ini I Gede Mecaling melihat daerah tujuannya yaitu Desa Jugut Batu, Nusa Lembongan. heheee...

Sekarang, keberadaan Ki Selisik Narantaka ( Ki Selisik Dan Ki Narantaka), saya tidak tahu, mungkin masih tersimpan di Kerajaan Klungkung... hehee...


Akhir percakapan saya dengan Bli Balok,

Bli Balok
“Info n crita yg mnrik sus... Bli tau sebatas crita Ki Balian Batur,
Hub. ne jak Ratu Gede Mecaling mr dpt uli sus, kumpulin yg detail ya... Trus kirim ke Nuslem....”

YanNusa
“wakakaaa.. tidak bisa saya selesaikan bli, itu membutuhkan kemampuan & konsentrasi tingkat tinggi bli.. saya hanya tahu sebatas itu, tidak lebih... hehee.. apalagi menyebut nama Ratu Gede Saking Nusa.. jeg mesrieng awak rage bli...so, saya tidak berani bli, jangankan menulis kisah Beliau yg begitu agung, membaca nama beliau aja sy merinding...”

tengs -gustu107.blogspot.com

3 komentar:

Kecak Wanita “Srikandhi” Ubud

3:17 PM , 0 Comments


Rasanya kurang klop jika jalan-jalan ke pulau Para Dewa, kalau kita tidak menyaksikan tari Kecak, sebuah tarian khas Pulau Dewata. Mungkin sudah jadi hal biasa kalau Tari Kecak ditarikan oleh para lelaki saja, namun kali ini istimewa sekali bagi saya. Kecak Wanita..!

Ini adalah kali kedua saya bertemu dengan sekaa Kecak Wanita ini. Namun sayang sekali, saya lupa untuk menuliskannya dan sama sekali tidak ada dokumentasinya, hehe.. nah, kali kedua ini juga begitu, rasa malas saya masih senang berteman akrab dengan saya, haha.. sedikit dipaksa, akhirnya saya mendapatkan filenya.

Sekaa Kecak Wanita “Srikandhi” ini terdiri dari ibu-ibu PKK Srikandhi Desa Ubud Tengah, Gianyar-Bali. Ubud yang sudah terkenal dengan kota seni, tidak hanya menghadirkan seni lukis dan patung serta tarinya yang didominasi oleh para laki-laki. Kali ini PKK Srikandi akan membuktikan bahwa ibu-ibu yang walau sudah dibebankan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan adat lainnya, masih sempat untuk berekspresi, menampilkan kebolehan yg mereka miliki. Tidak main-main, yang mereka hadirkan adalah kesenian kecak.


Saya datang lebih awal dari para penonton yang lain, sehingga saya bisa menyaksikan persiapan penampilan kali ini. Di bawah pohon beringin tua, obor-obor dan lampu minyak diletakkan sedemikian hingga seolah-olah membentuk sebuah lingkaran api. Saya sempat berbincang-bincang dengan sang pelatih, Gusti Lanang Oka Ardika atau yang lebih dikenal dengan nama Cedit. Ada cerita lain tentang Pak Cedit ini. Beliau beberapa kali sempat terlihat di layer televisi sebagai bintang iklan hehe.. dan terkahir saya tahu bahwa beliaulah yang memerankan penari Topeng Tua di stasiun Bali TV.

Kemudian olehnya, saya dikenalkan oleh pelatih tari yg lain, Anak Agung Anom Putra. Ternyatanya, saya sudah sempat bertemu/kenal dengan beliau, kalau gak sekitar tahun 2008. Pada saat itu, Pak Agung Anom menari Baris dan Topeng Tua di Balai Banjar Kutuh Kelod, Jaba Pura Dalem Ubud. Belum pernah saya melihat Tari Baris setegas Pak Agung Anom.




Epos Ramayana

Jika ingin menyaksikan penampilan Sekaa Kecak Wanita "Srikandhi", datanglah hari rabu jam 19.30 wita ke Jaba Pura Batu Karu, Ubud.

Para penari sudah siap tampil, mereka memakai kamen dengan rambut terurai. Cerita yang diambil kali ini adalah Epos Ramayana. Kisah besar perjalanan dan kehidupan manusia cerdas, Sang Rama.

Cerita diawali oleh Perjalanan Rama bersama Sita dan sang adik, Laksmana di sepanjang Sungai Godawari. Mereka menikmati keindahan hutan Panchawati.

Tiba-tiba muncul seekor kijang emas. Sita tertarik akan gerak-gerik kijang emas dan meminta sang suami, Rama, untuk menangkap kijang emas. Namun Rama tahu bahwa kijang emas itu sejatinya adalah jelmaan Patih Marica. Namun Sita tidak perduli dan bersikeras meminta Rama untuk menangkap kijang emas. Rama berusaha menangkap kijang emas, sampai ke dalam hutan, meningalkan Laksmana dan Sita.

Sita khawatir mendengar jerit kesakitan Rama. Laksmana tahu bahwa jeritan itu bukan Rama melainkan Patih Marica yang tertancap panah Rama. Sita tidak memperdulikan dan meminta Laksmana untuk mencari tahu keberadaan Rama. Laksmana meninggalkan Sita dengan memberikan pelindung bahwa siapapun yang berpikiran buruk tidak akan bisa mendekati Sita.

Di saat Sita sendirian datanglah Raja Alengkapura, Rahwana. Ia tertarik akan kecantikan Sita. Namun ia tidak mendekati sita karena perlindungan yang dibuat oleh Laksmana.

Rahwana mempergunakan taktik agar Sita keluar dari batas perlindungan yang telah dibuat Laksmana. Sita dilarikan ke Alengkapura.

Rama dan Laksmana bersedih kehilangan Sita. Mereka meminta bantuan kera putih, Hanoman, untuk menemukan keberadaan Sita.

Hanoman menyeberangi lautan menuju ke Kerajaan Alengkapura. Ia menemukan Sita di taman Ashoka bersama dengan raksasi wanita, Trijata. Hanoman menyerahkan cincin pemberian Rama sebagai bukti bahwa Hanoman adalah utusan Rama dan mengatakan bahwa Sita tidak perlu kawatir lagi karena tak lama lagi Rama sendiri yang akan menyelamatkan Sita.

Hanoman menuju ke Kota Alengka, ia merusak taman kota dan sengaja membuat agar dirinya tertangkap oleh pasukan Alengka. Tujuannya adalah untuk mengetehui gambaran Kota Alengka dan sejauh mana kekuatan musuh. Rahwana memutuskan untuk menghukum Hanoman. Ia dibakar hidup-hidup. Namun tak disadari oleh Rahwana, justru ini adalah kesempatan untuk membakar kota alengka dan membunuh para raksasa.

Setelah puas melaksanakan aksinya, Hanoman kembali ke Rama dan melaporkan segala yang telah ia lakukan selama menjadi duta di Alengkapura. Rama ditemani Laksmana dan Hanoman berperang melawan pasukan Rahwana. Rama berhasil mengalahkan Rahwana dan menyelamatkan Sita.


Tengs – Sekaa Kecak wanita “Srikandhi” Desa Ubud Tengah

0 komentar:

Ki Balian Batur

RatuAnom Manik Geni & RatuAyu Mas Mecaling
Ki Balian Batur tinggal di sebuah desa bernama Karang Kedangkan. Ia dikenal sakti karena mendapat anugrah dari Sanghyang Durga Birawi. Jangan manusia biasa, wong samar, dedemit, memedi tidak ada yang berani mendekat apalagi untuk berselisik bertemu dengan beliau. Inilah salah satu yang membuat Ki Balian Batur begitu terkenal. Berkat anugrah ini, Ki Balian Batur diberi kewenangan untuk menghukum orang-orang yang berlaku salah, berjalan dalam tindakan adharma/tidak benar. Setiap manusia yang tidak ingat untuk beryadnya, lupa akan kawitan, tidak hormat kepada orang tua, maka patutlah untuk memberikan hukuman kepada manusia itu. Demikian ki balian batur bercerita kepada ketiga anaknya, Ni Luh Gerong, Ni Luh Wali dan Ni Luh Kasub

Ni Luh Wali, dibantu oleh saudara-saudaranya, berjualan nasi di Desa Cau yang terletak di sebelah timur Desa Karang Kedangkan. Sebelum berangkat berjualan, ke-tiga putri Ki Balian Batur memohon restu sang ayah, agar selamat tidak terjadi sesuatu dalam pekerjaannya.

Ni Luh Wali adalah seorang yang giat bekerja, memberikan pelayanan yang baik kepada para pelanggan. Sehingga dagangannya laris dan banyak masyarakat yg menjadi langganan nasi di warung miliknya.
Ki Balian Batur
Sisya Ki Balian Batur Ngereh
Makanan Berdaging Manusia

Cokorda Sakti Blambangan dari Puri Mengwi, memerintah dengan adil penuh wibawa. Masyarakat memberikan bakti tak henti-henti. Kesejahteraan rakyat selalu dijaga, tidak ada ketimpangan dan duka melanda masyarakat. Peraturan dilaksanakan dengan baik, yang bersalah diberikan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya. Kehidupan bagai sinar matahari pagi, rasa hangat terasa di setiap hati.

Namun Cokorda mendapat laporan bahwa di pasar Cau ada sedikit kekacauan. konon ada seorang pedagang makanan yang menggunakan daging manusia sebagai lauknya. Sebagai seorang pemimpin, tidak boleh mempercayai begitu saja berita yang belum tentu benarnya. Semua informasi yang didapat harus dipilah-pilah, kemudian diuraikan sedemikian hingga hingga ditemukanlah simpul-simpul yang menjadi akar permasalahannya. Untuk itu, Cokorda Cbersama abdi segera menuju Pasar Cau, mencari kebenaran yang terjadi.

Cerita bersiar, sang abdi menemukan sisa jeriji pada makanan. Entah siapa yang telah berbuat tidak benar ini dengan memasukkan jeriji manusia ke dalam makanan atau memang makanan itu disajikan seperti itu. Mengetahui hal ini, Cokorda Sakti Blambangan menajadi marah. Sebagai tabeng dada kerajaan mengwi, ia harus menghukum siapapun yang telah malukan perbuatan yang tidak dibenarkan ini. Ni Luh Wali tertangkap secara nyata telah memakai daging manusia dalam masakannya. Namun Luh Wali menolak dengan tegas apa yang diperlihatkan oleh sang abdi, karena merasa bahwa tidak pernah memakai daging manusia dalam masakan yang ia jual. Cokorda tidak menghiraukan, bukti-bukti telah ada dan Ni Luh Wali harus dihukum dengan tegas. Ni Luh Wali tetap kukuh untuk menolah semua tuduhan yang dilontarkan untuknya. Ia yang selalu berusaha menyajikan makanan tanpa cela, telah merasa difitnah. Ni Luh Wali, putri Ki Balian Batur, tidak terima atas perlakuan yang ia dapatkan. Ia tetap mempertahankan pendapatnya dan justru mempertanyakan peran Cokorda Sakti Blambangan sebagai pimpinan, seharusnya mampu mengayomi rakyatnya, bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan yang tidak pernah ada.

Cokorda Sakti sadar bahwa Ni Luh Wali adalah putri Ki Balian Batur, penguasa ilmu pengeleakan. Tentu apa yang dilakukan akan selalu berkaitan dengan ilmu pengelakan. Ayah yang memiliki ilmu hitam tentu ini akan diwarisi kepada anaknya. Mungkin inilah kebenaran atas berita yang simpang siur selama ini. Akhirnya, mereka sama-sama kukuh akan pendapat masing-masing dan merasa telah melakukan swadarma-nya, sepakatlah mereka untuk saling adu kesaktian untuk membuktikan siapakah yang benar.

Ni Luh Wali merubah diri menjadi Garuda namun dengan mudah dapat dilumpuhkan dengan mudah oleh Cokorda Sakti Blambangan. Ni Luh Wali tidak terima akan kekalahan, ia berlari melaporkan kejadian ini kepada ayahnya.

Ki Balian Batur yang merasa terhina dan difitnah, segera mengumpulkan para sisya untuk menyerang Kerajaan Mengwi dan membuat wabah di Desa Cau.
Tak berselang lama, banyak warga masyarakat yang menjadi korban keganasan penyakit yang disebar oleh Ki Balian Batur serta para sisya-nya. Setiap hari selalu ada warga yang meninggal. Sudah banyak para ahli pengobatan yang dikerahkan untuk menanggulangi bencara pennyakit aneh ini namun semuanya tidak mampu mengetahui apa yang menjadi sebab dan bagaimana menyembuhkannya penyakit aneh ini.

Cokorda Sakti Blambangan mengetahui bahwa penyakit aneh ini adalah akibat dari kemarahan Ki Balian Batur. Beliau ingat akan kejadian di Pasar Cau, dimana ia telah mempermalukan Ni Luh Wali, putri Ki Balian Batur yang telah menjual makanan dengan menggunakan daging manusia. Hal ini menjadi berkembang dan kekejaman Ki Balian Batur harus segera dihentikan. Tugas berat ini dibebankan kepada Ki Bendesa Gumiyar. Maka diutuslah Ki Bendesa untuk mengalahkan Ki Balian Batur dan menyelamatkan masyarakat dari wabah penyakit.

tengs to -Keluarga Besar Desa Adat Kemoning, Klungkung

2 komentar:

Sekilas Dari Spirit of Raka Rasmi

11:41 AM , 2 Comments

“Menari merupakan bagian hidup saya. Bila tak menari, tubuh terasa kelu. Karena itu, saya senang mewariskan tarian Legong dan Oleg kepada generasi penerus sebagai yadnya” Ni Gusti Ayu Raka Rasmi

Seperangkat gamelan sudah tertata dengan baik. Gapura Puri Peliatan Ubud akan menjadi latar belakang Pementasan Tari Oleg pada acara “Spirit of Raka Rasmi”. Agung Wirati masih sibuk mengkoordinasikan beberapa hal agar pementasan dapat berlangsung sesuai rencana dan para penari juga dapat tampil secara maksimal. Saking sibuknya beliau, saya sempat menitipkan pesan, bahwa saya butuh waktu beliau 5 menit untuk berbicara, hahahaa…

Sejatinya ini adalah acara ulang tahun Ni Gusti Ayu Raka Rasmi, sang maestro tari Bali. Raka Rasmi adalah anak pertama dari lima bersaudara ini lahir di kota pusat seni, Ubud Bali. Raka Rasmi mulai belajar Tari Legong sejak umur 9 tahun dibimbing oleh Gusti Made Segog dan Anak Agung Gede Mandar. Dari kedua orang inilah Raka Rasmi banyak mendapat tempaan menjadi seorang penari.

Penglingsir Puri Agung Peliatan, Cok. Gde Putra Nindia, salam sambutannya menyampaikan bahwa beliau merasa bangga memiliki seorang Ayu Raka, seorang ibu dengan beragam penghargaan baik nasional maupun internasional. “Tentu ini merupakan hal yang luar biasa, diusia yang sudah senja namun semangat seorang Raka Rasmi begitu membara”, lanjut Cok. Gde Putra Nindia.

Disamping Ibu Agung Satria Naradha Dan Ibu Bintang Puspayoga, hadir juga sang maestro Jro Puspa, yang terlihat begitu antusias menyaksikan semua penampilan tari oleg. Walau usia beliau juga sudah senja namun setiap kegiatan seniman tua yang digagas oleh Yayasan Intan Budaya Negeri pimpinan Ibu Agung Wirati, beliau selalu menyempatkan untuk hadir. Ini adalah kali ke-tiga saya ketemu dengan beliau. Sesekali nampak anggukan kecil beliau seperti ikut larut dalam gerakan para penari. Entah kenapa saya senang sekali memperhatikan beliau, hahaa… mungkin gara-gara setahun yang lalu di tempat yang sama namun dalam acara berbeda, selesai menari Tari Candra Metu, beliau duduk bareng bersama para penonton dan kebetulan beliau duduk di samping saya. saya sempat mengatakan bahwa duduk di sini akan kena damuh (embun) akan membuat pusing. Jadi lebih Ibu Jero duduk di Balai Daja/Utara yg ada atapnya. Namun seingat saya, beliau hanya tersenyum lalu mengatakan bahwa sebenarnya beliau memang sedang tidak enak badan dan putra beliau, AA Puspayoga yang juga wakil Gubernur Bali, sudah tidak meng-ijinan untuk pergi dan menari malam-malam. Tapi Ni Made Rupawati atau Jero Puspa tetap ngotot dan merasa mendapat energi yang besar untuk datang dan ikut menari.

Acara ulang tahun yang mengambil tema “Spirit of raka rasmi” merupakan sebuah upaya agar semangat yang dimiliki oleh seorang raka rasmi mampu diteladani oleh para generasi muda. Kesenian dan budaya bali yang begitu terkenal hingga ke berbagai belahan dunia agar nantinya tidak hanya menjadi cerita anak-anak saja, tapi akan terus berlanjut dan bahkan mampu melebihi gaung para pendahulunya. Kesenian luar yang banyak menggerus para generasi muda saat ini bukan merupakan sesuatu yang salah namun harus tetap kita gunakan filter untuk memilah hal-hal mana yang patut kita ambil dan buang. Pakem-pakem yang telah diwariskan para pendahulu khususnya para seniman tua harus tetap kita pertahankan dan gunakan sebagai acuan dalam mengembangkan berbagai kesenian yang tercipta.

Pada malam itu, secara berturut-turun ditampilkan Tari Pendet Style Peliatan, Tari Oleg Tamulilingan oleh penari cilik, menengah, remaja dan senior.

Penari Terbaik

Tari Oleg Tamulilingan, pada awalnya dinamakan Tamulilingan Mangisep Sari. sebuah karya seniman besar I Ketut Maria tahun 1952 atas permintaan John Coast (dari Amerika). Tarian ini melukiskan dua ekor kumbang jantan dan betina yang sedang memadu kasih di taman bunga dan Ni Gusti Ayu Raka Rasmi-lah yang tercatat sebagai penari pertama tarian ini. Penari kelahiran Banjar Teruna, Peliatan Ubud tahun 1939 ini telah banyak mendapat bimbingan oleh kedua guru tarinya, kemudian kembali mengikuti keinginannya untuk belajar tari Oleg Tamulilingan dari Sang Maestro I Ketut Maria.

Bukan hanya tari oleg tamulilingan saja yang mampu ditarikan dengan sangat baik tapi disetiap penampilannya baik dalam menari Condong, Legong, Garuda dll, Ayu Raka atau Raka Rasmi tetap mampu memikat siapa saja yang menyaksikan gerak Ayu Raka menari. Karena inilah seorang Impresario asal Inggris, John Coast terkagum-kagum dan kemudian menobatkan Ayu Raka sebagai seorang bintang dalam menari. Bahkan Raka rasmi menjadi cover buku "Dancing Out of Bali" karya John Coast.

Kini, diusia senja, seorang Raka Rasmi masih tetap penuh dengan energi. Semangat beliau sepertinya tidak pernah habis. Disela-sela kesibukan, beliau masih menyempatkan diri untuk saling berbagi, bernyadnya untuk menebar semangat bagi para generasi muda. Bali yang begitu terkenal diluar negeri, bali yang selalu menjadi tujuan pariwisata Indonesia bahkan dunia dan bali adalah karya Tuhan yang terindah… dengan begitu luhung seni dan budayanya jika tidak kita yang mencintai, siapa yang akan mampu melestarikan kebudayaan ini.




yannusa
tengs edit foto untuk Kanaya Radha

2 komentar:

I Gede Basur, Penguasa Ilmu Leak Desti di Bali

2:24 PM , 2 Comments

Keberadaan leak di Bali dari jaman dahulu kala sudah menjadi fenomena yang tak pernah sirna, keberadaannya dari dulu menjadi perbincangan yang menakutkan di masyarakat.Ilmu Desti atau ilmu pengleakan sejatinya adalah ilmu Bali kuno dan merupakan ilmu rahasia. Rahasia karena pada zaman dahulu, tidak sembarangan orang bisa menguasai kemampuan ini. Diceritakan bahwa hanya para raja dan bawahannya yang memiliki ilmu ini untuk mempertahankan dan membela diri dan kerajaan dari serangan. Selain itu, dalam proses ngeleak, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dan prosesnya ini membutuhkan tempat yang tersembunyi. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa ngeleak dilakukan di kuburan. Salah satu norma yang dipahami dalam pengelakan, siapapun dirimu, entah manusia, orang sakti, kaya, miskin, kesemuanya itu pasti akan berakhir di kuburan. Inilah mengapa kuburan dianggap tempat suci. Jro Mangku Sudiana dari Sesetan, sahabat saya, pernah menyatakan bahwa kuburan adalah satu satu tempat suci.

Seiring perkembangan zaman, ilmu pengelakan sering dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri yang kurang baik. Ilmu pengelakan adalah ilmu seni, tidak untuk membunuh atau menyakiti, hanya untuk menikmati sensasi dunia dari dimensi yang berbeda. Dalam ilmu pengelakan ada norma atau aturan-aturan tersendiri yang harus diikuti. Ibarat pedang bermata dua, ilmu pengeleakan dipakai oleh manusia untuk menyakiti bahkan untuk membunuh orang yang diinginkan. Karena rasa dendam, rasa ingin memiliki, iri, dengki, egois dll.

Ada beberapa cerita yang dalam pembabakannya mengisahkan bagaimana seseorang menguasai ilmu pengelakan. Mempergunakannya sesuai dengan keadaan pada masing-masing zamannya. Salah satunya cerita dramatri I Gede Basur.

I Nyoman Karang

Seorang laki-laki sederhana, berperilaku baik dan hidup membaur di masyarakat. I Nyoman Karang, begitu laki-laki itu dipanggil di Banjaran Sari. Ia hidup bersama putri kesayangannya, Ni Nyoman Sukasti. Kebahagiaan selalu menyelimuti kehidupannya. Walau sudah ditinggal oleh sang istri, namun I Nyoman Karang mampu membesarkan putri satu-satunya. Suatu hari, ia terkenang saat istrinya melahirkan Ni Nyoman Sukasti. Kesedihan itu masih ia rasakan. Istrinya bertarung dengan maut, mengerahkan kemampuan yg dimiliki, berusaha keras agar bayi yg terkandung dalam rahimnya, bisa terlahir dengan sempurna. Memiliki keturunan dan menjadi seorang ibu adalah kebahagiaan tetinggi bagi sang istri. Sebagai seorang suami, ia juga ikut merasakan beban berat yang diderita istrinya. Hanya berdoa, memohon agar Ida Sanghyang Widhi memberikan yang terbaik bagi istri dan anaknya.

Ida sanghyang Widhi mengabulkan permohonan I Nyoman Karang, sang bayi yg ditunggu-tunggu, tangisan sang bayi telah terdengar, menandakan sang bayi telah lahir dengan sempurna. Namun di tengah kegembiraan itu, istrinya tidak pernah menghembuskan nafas lagi. Nafas terakhir itu telah diberikan untuk kelahiran sang putri. Kegembiraan yang terselimuti oleh kepedihan tercampur berbaur dalam hati I Nyoman Karang saat itu.

Sebagai orang tua, ia harus tetap hidup, ia harus tetap tegar untuk melaksanakan pesan yang dititipkan oleh istri untuk membesarkan sang putri. Hujan lebat serta kilatan petir menyambar, semakin menambah kepedihan dalam diri I Nyoman Karang. Dalam keadaan terguncang , ia pergi ke tengah hutan, mencari sesuatu yang bisa diberikan untuk anaknya yang masih merah.

Wajahnya menjadi sendu, buliran air hampir saja menetes di wajah I Nyoman Karang. Ni Nyoman Sukasti tersentuh oleh cerita orangtuanya.

“oh engkau guru saya, orang tua saya, orang yg paling saya hormati, orang yg telah meniupkan jiwa dalam badan saya, terimakasih dan rasa hormat semua saya serahkan untuk engkau ayah…. Dengan apa saya harus membalas semua pemberian ayah pada anakmu ini... karena hutang seorang anak, pernah bisa terlunaskan...” demikian Ni Nyoman Sukasti terisak di hadapan ayahnya. “Jadilah wanita yang berbudi luhur, jaga dirimu dengan baik, agar menjadi putra suputra….” Singkat permintaan I Nyoman Karang.

I Gede Basur

I Gede Basur seorang kaya raya yang tinggal di Banjaran Santun. Ia menjadi sangat terkenal karena menguasai ilmu pengiwa atau ilmu aliran hitam. I Wayan Tigaron adalah satu-satunya putra dan merupakan kesayangan I Gede Basur. Namun sifat I Wayan Tigaron tidak begitu baik, kebiasaan berjudi, mabuk minuman keras dan mempermainkan wanita adalah hal yang biasa dalam kesehariannya. Sebagai orang tua, I Gede Basur selalu menuruti setiap permintaan anak kesayangannya. Namun demikian, I Gede Basur pun sudah tidak sabar ingin memiliki seorang menantu, menimang seorang cucu. Tiada kebahagiaan yang ia inginkan saat ini selain menjadi seorang kakek, melewati masa tua diganggu oleh tingkah lucu menggemaskan dari sang cucu. I Gede Basur tahu bahwa anaknya telah jatuh cinta pada Ni Nyoman Sukasti dan iapun teringat bahwa I Wayan Tigaron sempat memberitahunya untuk melamar ke Banjaran Sari. Segera I Gede Basur mempersiapkan segala sesuatu untuk melamar ni nyoman sukasti di Banjaran Sari. Perlengkapan dipersiapkan, segala jenis perhiasan dan kekayaan dunia akan diberikan sebagai bukti keseriusan lamaran kali ini.

Lamaran yang Ditolak

I Gede Basur dan I Nyoman Karang saling beramah tamah. Sudah sekian lama mereka tidak bertemu, rasa kangen telah ditumpahkan kedua anak manusia itu. Penuh percaya diri karena merasa yakin akan lamarannya, I Gede Basur secara langsung menyampaikan bahwa anaknya, I Wayan Tigaron, sudah beranjak dewasa, demikian juga dengan Ni Nyoman Sukasti, sudah saatnyalah untuk mencari pendamping hidupnya. Yang diharapkan adalah kebahagiaan, karena harta benda, kekayaan duniawi yang dimiliki tiada arti kalau rasa persaudaraan yang telah diciptakan oleh para leluhur dahulu terputus begitu saja. Alangkah baiknya jika rasa persaudaran yang telah terjalin ini dipertegas kembali. Salah satunya adalah dengan menikahkan I Wayan Tigaron dengan Ni Nyoman Sukasti. Karena dengan demikian bukan hanya dua keluarga yang akan menjadi satu tapi rasa kekeluargaan kedua banjaran pun akan terbina dengan baik. Ini tentu akan memberikan dampak yang baik bagi kedua belah pihak. Demikian perasaan I Gede Basur dengan senangnya. I nyoman karang menyambut baik keinginan I Gede Basur. Ia pun merasa berbahagia akan kepercayaan yang diberikan I Gede Basur terhadapnya. Seperti seorang yang haus, diberikan seteguh air untuk melepas dahaga selama ini. Namun karena ini adalah masalah pernikahan anaknya, ia tidak mau memutuskan. I Nyoman Karang menyerahkan segala keputusan ini kepada anaknya karena memilih pendamping untuk menemani seumur hidup adalah mutlak menjadi keputusan Ni Nyoman Sukasti.

Ni Nyoman Sukasti, wanita cantik berpengetahuan, menolak pelamaran. Pendamping seumur hidup haruslah dipilih berdasarkan cinta, karena kekayaan duniawi bersifat semu. Ia akan pudar seiring berjalannya waktu. Walau seorang yang lahir dari kemiskinan, kalau ia memiliki cinta sejati maka seseorang itulah yang disebut kaya. Kekayaan yang tidak semu adalah kebahagiaan dan kebahagiaan dalam rumah tangga akan hadir bila kedua pasangan itu memiliki cinta sejati.. cinta sejati itu ada pada I Wayan Tirta. Itulah yang Ni Nyoman Sukasti inginkan.

I Gede Basur yang keinginannya selalu terpenuhi, kali ini harus pulang dengan tangan hampa. Dalam hatinya ia merasa sakit luar biasa, pelamaran yang telah dipersiapkan dengan begitu mewah harus diakhiri oleh kegagalan. Namun I gede basur sadar kebenaran upacan Ni Noman Sukasti. Pernikahan haruslah didasar atas rasa cinta, bukan oleh harta dunia. I Gede Basur menemui I Wayan Tigaron. Sebagai orang tua, ia meminta maaf atas kegagalannya untuk membawa Ni Nyoman Sukasti sebagai calon memantu. I Wayan Tigaron yang memang memiliki sifat kurang baik, tidak peduli, ia kukuh bahwa Ni Nyoman Sukasti harus menjadi istrinya. Ia menyalahkan ayahnya karena telah gagal, ia juga mempertanyakan kemampuan ilmu hitam yang dimiliki ayahnya. Seraya, mengungkit-ungkit, memanas-manasi, merasa sia-sia memiliki kekayaan yang berlimpah, kalau hanya melamar seorang Ni Nyoman Sukasti saja tidak mampu. I Gede Basur merasa terhina kembali, kemarahannya memuncak hingga timbullah kebencian dalam dirinya. Rasa benci ini harus dihapus oleh kematian I Nyoman Karang dan Ni Nyoman Sukasti.

Bencana Banjaran Sari

I Gede Basur berangkat ke kuburan, memohon anugrah Bhatari Durga, agar dapat membuat wabah di Banjaran Sari. Semua muridnya dikerahkan, para leak diundang untuk ikut membantu menjalankan niat jahatnya, menghancurkan Banjaran Sari. Satu persatu warga Banjaran Sari menjadi korban akibat kekejaman I Gede Basur. Setiap saat selalu ada warga yang sakit dan tak berselang lama meninggal. Para ahli pengobatan dikerahkan untuk menyelesaikan permasalahan ini justru menjadi korban keganasan wabah penyakit yang digelar I Gede Basur.

Keresahan masyarakat diketahui oleh seorang Jro Balian. Jro Balian yang memiliki kemampuan dengan pengetahuan tinggi mampu mengetahui sebab wabah di Banjaran Sari. Ia yang telah belajar ilmu aliran kanan atau penengen akan berupaya dengan semua kemampuan untuk melenyapkan ilmu pengleakan / pengiwa I Gede Basur. Berangkatlah Jro Balian ke kediaman I Gede Basur untuk meminta pertanggungjawaban karena telah membuat wabah / gerubug di Banjaran Sari. Tak mendapatkan titik temu, keduanya sama-sama kukuh akan pendapat masing-masing. Akhirnya saling adu kemampuanlah yang menjadi titik penyelesaiannya.


Tengs to - Keluarga Besar Pemerajan Agung Sakti Padangsambian
* kalau ingin melihat leak ngendih atau endihan leak datanglah ke kuburan pada tengah malam Kajeng Kliwon Enyitan

2 komentar: